uzan

uzan



           
Hidup ini penuh pilihan. Ada yang ini dan itu. Ada yang baik dan ada yang buruk. Sebagai manusia akan sangat wajar jika menginginkan yang baik bagi dirinya. tak menafikkan apa pun itu. Dari mulai ia terbangun dari bangunya, apakah ia merasa lebih baik langsung mengambil air wudhu ataukah mencari mengecek handphnenya. Apakah langsung menuju masjid ataukan bemalas-malasan dikamar.


Semua itu tergantung dari apa yang dikehendaki, tergantung mana yang lebih disukai atau yang dianggap penting bagi dirinya. Mungkin akan lebih bagik jika dipagi hari untuk segera mengabil air wudhu dan bergegas sholat berjamah. Itu bagi mereka yang memahi penting nya sholat shubuh dimasjid.
Namun, bagi mereka yang belum memahi semua itu dengan baik, alih-alih untuk bangun sholat berjamaah, bangun pagi saja masih terasa berat untuk dilakukan.
Inilah yang menjadi sebuah kebiasaan yang sampai kapanpun akan mengakar dalam dirinya. Hal itu muncul tergantung dari pemahaman. Dari pilihan di jalaninya pastilah mereka mengganggap itu yang terbaik untuk dirinya. Baik untuk kebaikan jasmani atau untuk rohaninya. Cara pandang sepertilah yang membentuk pemikiran yang nanti menghasilkan sebuah aktivitas. Tergantung pada manfaat apa yang hendak dicapai dari aktivitas yang dilakukan.
Jika setiap muslim melandaskan segala aktvitasnya tergantung dari manfaat yang hendak dicapainya, maka sangat wajar kelak mereka akan kehilangan jati dirinya sebagai umat muslim yang berpegang teguh pada al-qur’an dan sunnah.
Mengapa? Karena sejatinya, sebagai musim standar hidupnya bukannlah berdasar manfaat. Artinya setiap apa yang hendak dilakukan harus dilihat dulu, apa yang nantinya didapat dari kegiatan yang dilakukan. Baik untuk dirinya ataupun untuk kebanykan orang. Para berfikir semacam ini bukan berasal dari ajaran islam. Karena segala aktvitas yang dilandasan pada manfaat adalah hasil dari pemikiran barat. Karena padanganya hanya berdasar  pada nilai materi.
Oleh karena itu, padangan ini tidak akan menemukan adanya nilai kemanusiaan, nilai akhlak dan nilai rohani.  Aktivitas yang dilakukan yang bernilai akhlak mengikuti pandangan mereka, tentunya berdasar manfaat yang dihasilkan dari yang terlah diperbuatnya. Jika seperti ini, maka sudah selayaknya umat islam untuk meninggalkan aktivitas yang hanya dilandskan pada asas manfaaf, yang tergantung dengan materi apa yang hendak didapat.
Bagi setiap muslim hendaklah menjadikan segala aktivtas itu berdasar kesadaran dirinya akan ridha Allah setiap waktu. Hanya melakukan apa saja yang menjadi perintahNya dan menjauhkan diri dari segala bentuk aktivitas yang dilarang oleh Allah. Sehingga selaganya hanya berdasar keiman yang telah dibentuk, sehingga ia membenarkan segala sesuatu berdasarkan Syari’at yang diturunkan.
Dengan demikian, apabila kita menemui seorang muslim yang masih kokoh berasaskan manfaat untuk setiap aktivitasnya, makaitu semua bukan berasal dari ajaran islam. Karena islam hanya mengajarkan pada pemeluknya agar panuh dengan apa saja yang telah diperintahkan. Tanpa melihat lagi maanfaat atau keuntungan yang didapat dari dari aktvitasnya. Karena Allahlah yang lebih tau mana yang terbaik untuk ciptaanya.
Asas maanfaat dan asas syari’at ini sangat bertentangan. Baik dari asala mulanya terbentuk maupun dari konsepnya sendiri. konsep maanfat hanya dilandas pada materi semata. Sedang dalam islam menggabungkan materi dan ruh, yatu menjadikan semua perbuatan manusia berjalan sesui dengan perintah Allah dan laranganNya.
Sehingga, hidup ini tak lagi hanya mementingkan masalh dunia, namun akhirat juga menjadi prioritas utama dalam kesehariannya. Semua ini telah terjadi melaui proses yang cukup panjang, yang mana ummat ini telah mengunakan faham yang besifat manfaat. Melalui pemikiran barat yang sudah menyebar dikalangan mulsim. Yang sejatinya mereka telah memasukkan pemikiran barat ini tidak lain hanya menginginkan kehancuran bagi umat islam.

to be next

0 komentar:

Posting Komentar

 
Fauzan MIftakhudin © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top