Khunas binti Malik yakni ibunda
Mush'ab, seorang yang berkepribadian kuat dan
pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu
gugat. la wanita yang disegani bahkan
ditakuti.
Ketika Mush'ab menganut Islam, tiada
satu kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya
selain ibunya sendiri, bahkan walau seluruh
penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar
dan padang pasirnya berubah rupa menjadi
suatu kekuatan yang menakutkan yang hendak
menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan
menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya
bagi Mush'ab tidak dapat dianggap kecil. Ia
pun segera berpikir keras dan mengambil
keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai
terjadi sesuatu yang dikehendaki Allah. Demikianlah
ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri
majlis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia
dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah
murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.
Tetapi di kota Mekah tiada rahasia
yang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti
itu. Mata kaum Quraisy berkeliaran di
mana-mana mengikuti setiap langkah dan menyelusuri
setiap jejak.
Kebetulan seorang yang bernama Usman
bin Thalhah melihat Mush'ab memasuki rumah Arqam
secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain
dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Secepat kilat ia mendapatkan
ibu Mush'ab dan melaporkan berita yang dijamin
kebenarannya.
Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu
dan keluarganya serta para pembesar Mekah yang
berkumpul di rumahnya. Dengan hati yang yakin
dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-Quran yang
disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani
mereka, mengisinya dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran
dan ketaqwaan.
Ketika sang ibu hendak membungkam
mulut puteranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan
yang terulur bagai anak panah itu surut
dan jatuh terkulai -- demi melihat nur
atau cahaya yang membuat wajah yang telah
berseri cemerlang itu kian berwibawa
dan patut diindahkan -- menimbulkan
suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakan.
Karena rasa keibuannya, ibunda Mush'ab
terhindar memukul dan menyakiti puteranya, tetapi
tak dapat menahan diri dari tuntutan bela
berhala-berhalanya dengan jalan lain. Dibawalah
puteranya itu ke suatu tempat terpencil di
rumahnya, lalu dikurung dan dipenjarakannya amat
rapat.
Demikianlah beberapa lama Mush'ab tinggal
dalam kurungan sampai saat bebeuapa orang Muslimin
hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah
ini Mush'ab pun mencari muslihat, dan
berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya, lain
pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal
di sana bersama saudara-saudaranya kaum Muhajirin,
lain pulang ke Mekah. Kemudian ia pergi
lagi hijrah kedua kalinya bersama para
shahabat atas titah Rasulullah dan karena taat
kepadanya.
Balk di Habsyi ataupun di Mekah,
ujian dan penderitaan yang harus dilalui Mush'ab
di tiap saat dan tempat kian meningkat.
Ia telah selesai dan berhasil menempa corak
kehidupannya menurut pola yang modelnya telah
dicontohkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam la merasa
puas bahwa kehidupannya telah layak untuk
dipersembahkan bagi pengurbanan terhadap Penciptanya
Yang Maha Tinggi, Tuhannya Yang Maha Akbar.
Pada suatu hari ia tampil di
hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang
duduk sekeliling Rasulullah saw. Demi memandang
Mush'ab, mereka sama menundukkan kepala dan
memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya
basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai
juSah usang yang bertambal-tambal, padahal belum lagi
hilang dari ingatan mereka -- pakaiannya sebelum
masuk Lslam -- tak obahnya bagaikan kembang di
taman, berwarna warni dan menghamburkan bau
yang wangi.
Adapun Rasulullah, menatapnya dengan
pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan
syukur dalam hati, pada kedua bihirnya tersungging
senyuman mulia, seraya bersabda:
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Dahulu saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Semenjak ibunya merasa putus asa
untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang
lama, ia telah menghentikan segala pemberian
yang biasa dilimpahkan kepadanya, bahkan ia
tak sudi nasinya dimakan orang yang telah
mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya,
walau anak kandungnya sendiri.
Akhir pertemuan Mush'ab dengan ibunya,
ketika perempuan itu hendak mencoba mengurungnya
lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia
pun bersumpah dan menyatakan tekadnya untuk
membunuh orang-orang suruhan ibunya bila rencana
itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui
kebulatan tekad puteranya yang telah mengambil
satu keputusan, tak ada jalan lain
baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air
mata, sementara Mush'ab mengucapkan selamat berpisah
dengan menangis pula.
Saat perpisahan itu menggambarkan kepada
kita kegigihan luar biasa dalam kekafiran fihak
ibu, sebaliknya kebulatan tekad yang lebih besar
dalam mempertahankan keimanan dari fihak anak.
Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah
sambil berkata: "Pergilah sesuka hatimu! Aku
bukan ibumu lagi".
Maka Mush'ab pun menghampiri ibunya
sambil berkata: !'Wahai bunda! Telah anakanda
sampaikan nasihat kepada bunda, dan anakanda
menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu
saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah,
dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya".
Dengan murka dan naik darah ibunya
menyahut: "Demi bintang! Sekali-kali aku takkan
masuk ke dalam Agamamu itu. Otakku bisa jadi
rusak, dan buah pikiranku takkan diindahkan
orang lagi".
Demikian Mush'ab meninggalkari kemewahan
dan kesenangan yang dialaminya selama itu, dan
memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng
dan perlente itu, kini telah menjadi
seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar
dan usang, sehari makan dan beberapa hari
menderita lapar.
Tapi jiwanya yang telah dihiasi
dengan 'aqidah suci dan cemerlang berkat sepuhan
Nur Ilahi, telah merubah dirinya menjadi seorang
manusia lain, yaitu manusia yang dihormati,
penuh wibawa dan disegani.
0 komentar:
Posting Komentar