Pagi itu, suara adzan kembali mengembang diangkasa. Kunang-kunang sudah kembali keasal, tempat persembunyian yang tak banyak orang yang mengetahui. Kumandang takbir terdengar jelas dishaft paling belakang. Kali ini subuh terasa kian dekat dengan kesejukan. Memang tak jauh beda dengan hari sebelumnya, ketika udah bersemilir, menemani langkah remaja masjid yang berlalu lalang memadati masjid. Memang dijadwalkan itu untuk kembali bermadjlis, berguru dan meminta pada sang guru. Memohon akan berlimpahnya ilmu yang sepekan ini telah kering.
Tampak disetiap sudut, seperti terlihat para malaikat yang sedang duduk rapi mendengar pengajian penuh hikmah, pengobat rindu disetiap kalbu, terus dan menerus menanti pertemuan dalam pertemuan yang mulia. Dimana nama allah ditinggikan, kecintaan pada baginda terus didendangkan. Tak lupus pada setiap jamaah terbesit rasa rindu. Itulah yang terjadi setiap akhir pekan di pondok kami. Anak ini, memang sudah tidak diragukan lagi pendidikannya, rutinitas yang selalu begitu, berguru dari pondok kepondo, dengan para kyai dan ustad yang mendampiingi. Tak heran jika ilmu dan hafalan al-qur’anya sudah mulai menggenapi angka 2 juz, meski ia masih menginjak umur 10 tahun.
Hey guys, setiap cerita, kisah, akan mudah kita menemuinya sebagai bahan pencari hikmah, cara yang cukup tepat untuk mendapat memperdalam makna kaliimat Allah. Sudah banyak yang tertera, bisa jadi, kita sudh bosan akan cerita itu, dalam al-qur’an. Namun, sangat disayangkan ketika semua cerita itu tak memberi dampak yang berarti dalam diri, apalagi untuk membuat kita lebih dekat dengan sang pencipta. Karena sudah banyak cerita dan kisah yang didengungkan dalam banyak media, acara, pengajian, perpondokan atau yang lain. Semuanya sudah bisa dicari, dalam hitungan menit.
Ya, mencari dan terus mencari, apapun yang menambah pemahaman kita tentang ayat-ayat Allah, mengembang, membatin dan menjadi satu dalam sanubari. Menjadi satu jiwa dalam tubuh manusia, hingga kaki dan tangannya-lah dituntun untuk melakukan segala kebaikan. Begitulah sebuah proses yang amat mudah untuk mencari, ah, lebih tepatnya bisa terjangkau, lebih mudah dibanding dulu, ketika masa tabi’in dan masa setelahnya. Jadi, kenapa kita tak boleh dikatan “berdosa” ketika malas untuk mencari, melalui banyak media, mendegar dan membacapun saya kira tidak ada sulitnya.
Namanya juga berproses mencari ilmu, semua ada yang harus dikorbankan. Bukan masalah seberapa banyak yang dikorbankan, namun berapa teguh pengorbanan itu membersamai dalam sebuah proses. Begituhalnya ketika kita menginnginkan impian yang amant tinggi, secara perhitungan Allah, kita bisa melakukan banyak hal, dan kuncinya tergatung kita, bagaimana dalam berproses, ketika berjuang, kesungguhan untuk mewujudkan niat yang kuat harus jelas terleihat dalam perbuatan, tak sekedar dalam ucapan. Itulah yang sedang terjadi pada penggalan cerita diatas. Berproses dalam dirim mengubah diri, memohon meminta agar dimudahkan dalam urusan akhirat. Menjadikan akhirat dalam hati kita, sehingga, haya dengan tekapat tangan dunia mampu kita “Remas” sesukanya.
Pagi itu |
Tampak disetiap sudut, seperti terlihat para malaikat yang sedang duduk rapi mendengar pengajian penuh hikmah, pengobat rindu disetiap kalbu, terus dan menerus menanti pertemuan dalam pertemuan yang mulia. Dimana nama allah ditinggikan, kecintaan pada baginda terus didendangkan. Tak lupus pada setiap jamaah terbesit rasa rindu. Itulah yang terjadi setiap akhir pekan di pondok kami. Anak ini, memang sudah tidak diragukan lagi pendidikannya, rutinitas yang selalu begitu, berguru dari pondok kepondo, dengan para kyai dan ustad yang mendampiingi. Tak heran jika ilmu dan hafalan al-qur’anya sudah mulai menggenapi angka 2 juz, meski ia masih menginjak umur 10 tahun.
Hey guys, setiap cerita, kisah, akan mudah kita menemuinya sebagai bahan pencari hikmah, cara yang cukup tepat untuk mendapat memperdalam makna kaliimat Allah. Sudah banyak yang tertera, bisa jadi, kita sudh bosan akan cerita itu, dalam al-qur’an. Namun, sangat disayangkan ketika semua cerita itu tak memberi dampak yang berarti dalam diri, apalagi untuk membuat kita lebih dekat dengan sang pencipta. Karena sudah banyak cerita dan kisah yang didengungkan dalam banyak media, acara, pengajian, perpondokan atau yang lain. Semuanya sudah bisa dicari, dalam hitungan menit.
Ya, mencari dan terus mencari, apapun yang menambah pemahaman kita tentang ayat-ayat Allah, mengembang, membatin dan menjadi satu dalam sanubari. Menjadi satu jiwa dalam tubuh manusia, hingga kaki dan tangannya-lah dituntun untuk melakukan segala kebaikan. Begitulah sebuah proses yang amat mudah untuk mencari, ah, lebih tepatnya bisa terjangkau, lebih mudah dibanding dulu, ketika masa tabi’in dan masa setelahnya. Jadi, kenapa kita tak boleh dikatan “berdosa” ketika malas untuk mencari, melalui banyak media, mendegar dan membacapun saya kira tidak ada sulitnya.
Namanya juga berproses mencari ilmu, semua ada yang harus dikorbankan. Bukan masalah seberapa banyak yang dikorbankan, namun berapa teguh pengorbanan itu membersamai dalam sebuah proses. Begituhalnya ketika kita menginnginkan impian yang amant tinggi, secara perhitungan Allah, kita bisa melakukan banyak hal, dan kuncinya tergatung kita, bagaimana dalam berproses, ketika berjuang, kesungguhan untuk mewujudkan niat yang kuat harus jelas terleihat dalam perbuatan, tak sekedar dalam ucapan. Itulah yang sedang terjadi pada penggalan cerita diatas. Berproses dalam dirim mengubah diri, memohon meminta agar dimudahkan dalam urusan akhirat. Menjadikan akhirat dalam hati kita, sehingga, haya dengan tekapat tangan dunia mampu kita “Remas” sesukanya.
0 komentar:
Posting Komentar