uzan

uzan


Dalam kesendirian aku terus berdiam sesaat itu. sendiri aku menatapi tetesan air hujan, sendiri pula aku seakan menemani kurungnya sisa waktu dalam hari ku. gemuruh agin tlah menampakkan dirinya. seakan keluar dalam persembunyian. saat dimana seketika itu ia terpa berbagai macam lalu lalang yang dilintasi nya. seakan ingin dia rasakan sejuta kenikmatan dalam hembusan.
hujan pun tak kian untuk berhenti, ia berisyaratkan akan tinggal lam disini. aku pun juga merasa waktu yang lebih lama lagi untuk dapat menghitung berapa banyak tetesan yang tergabung didalam nya. ia terlalu banyak untuk dicerna dalam setiap tetsan nya.
bagaikan sebuah dalam tubuh begitu rumis kandungan unsur didalam nya, begitu banyak tujuan yang terdapat didalam nya. terdang terbesit pula dalam pikiran, apakah maksud kehandak semua ini. ia biarkan kebasan ini terus mengurungi setiap harian hidup ini.
oh, hujan, engkau tak hanya memberikan ketengan bagi jiwa yang menengangkan nya. ataupun kehendak lain yang menentang mu karena kehendak nya terhalang oleh datang mu. meskipun ketika kau tak ada dipagi ini sungguh jauh aku dapat merindukan ketenangan dalam menanti fajar dari Rabb ku. mengisahkan aku dikalau itu tentang perkumpulan keluarga kecil saat itu. dimana masih terbesitnya canda tawa yang menghiasi, peluk hangat perasaan yang menyelimuti dan tak akan bisa diterulang lagi kesaksian saat itu dengan keadaan ku yang jauh disini.
pagiku yang disambutkan oleh hujan dan bingkisan selimut dari seseorang yang telah dikenang, mengharapkan kau dalam kerinduan yang begitu amat dalam. kasih cinta yang tlah tak berubah wujud dengan kesunyian, candaan yang terganti dengan celotehan belaka. diri ini yang begitu amat merindukan kepulangan nya, yang malam begitu pekat dalam penyiksaan diri ini. tangisan yang tak terhindar lagi untuk mendengarnya, suara-suara sumbang yang ku dengung kan serasa tak berguna untuk mengiburku. yang ada hanya lah pilu luka yang termat mendalam.
hanya mengaharapkan secercah kebahagiaan kini aku ingin banyak mereka tertawa dilbalik kerut wajahku. tetap semangat mesipun sebaya itu kau begitu besar kenistaan yang harus dipendam. sekali, duakali, tak lepas kali kau dapat merasakannya lagi, bukan berarti aku mengingin kan prioritas kepadaku, namun hanya sebuah bingkisan senyum yang menyelimuti bagian keluarga ini.
namun, yang aku hanyut kan bersama tetsan air hujan ini adalah ketika aku tak mampu lagi membersamainya, entah dalam keadaan seperti apa saat ini yang dirasakan. walapun dalam benakku kebahagian nya yang ku ingin kan, tapi yang aku rasakan hanya beban yang begitu besar yang terselimuti senyuman nya. ia betigu pandai menenangkanku, ia begitu mengerti kepribadianku, bahkan ia begitu mengerti dalam diam ku sendiri.
aku dan pengharapanku yang selalu inginmelihatr dan membuat nya tersenyum  dalam bahagia nya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Fauzan MIftakhudin © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top