uzan

uzan


Tentang dia
Tentangdia.com- Air matanya mengalir, entah mengapa ia menjadi seperti ini. Tak lagi tegar seperti adanya, periang, selalu ceria. Begitu kiranya sesaat yang terlihat dalam parasnya apagi ini. Padahal langit masih segar menampkkan dirinya, mendung tak kembali mengacaukan rencana. Ada apa kiranya, wajwah dulu dulu mekar merona, kini malah terlihat sanyup dan hilang cita didepan mata. Ah, rasanya aku tak bisa mengira apa yang sedang dia alami. Selalu murung, selalu saja tak menyenangkan ketika bertegur sapa.

Heyy guys, kawan, sahabat, saudarakku. Apa kiranya yang sering membuatmu bersedih? Adakah sesuatu hal yang membuatmu merubah sikapmu sektika itu? Jika ada, mungkin hal itu sangat berarti? Atau malah, justru kamu sedang terjebak dalam keadaan yang sebenarnya terlalu biasa. Dalam artian, sebenarnya itu bukan sebuah sesuat yang prinsip, pokok dalam kehidupan. Ya,m ini yang sebenarnya menjadi pokok permaslah pada diri manusia. Ia terkadang masih kalau pada sesuatu yang bukan menjadi prinsip.

Semisal, ketika ia kehilangan orang yang dicintainya, telah berpulang, meninggalkan dunia berserta kesenangannya. Anggap saja orang itu baik, bahkan sangat baik. Ketika kita begitu merasa kehilangan dan amat bersedih, maka masih bisa dibilang wajar, manusiawai. Namun, jika hal ini malah membawa kita dalam keterpurukkan yang tiada berujung, tentunya ini yang perlu diperhatikan. Perlu sedikit pemahaman tentang kehidupan.

Tentang untuk apa kita hidup dan tujuan kehidupan. Benar, dunia ini adalah lalu-lalang manusia. Mereka datang dan pergi, berpindah satu tempat ke yang lainnya. Berbeda rasa dari saat ini dan kemarin. Semuanya tidak ada yang bisa menetap dalam kondisi tertentu. Lantas, kenapa mesti risau ketika perpindahan manusia kurang menyenangkan bagi kita, untuk yang lain, bahkan untuk ummat. Sesuatu yang hidup tidak pernah terlepas dari kematian, yang dilahirkan pasti akan dimatikan. Suka tidak suka, siap tidak siap.

Hakikat kematian seharusnya menyadarkan kita, bahwa saat ini, apa yang kita punya, yang kita miliki, tidak bernilai, kecuali ia akan pergi dan musnah. Tidak mengenal kata kelas, meski ribuat ilmuan mencoba menghadangnya. Karena semua ini sudah aturan hidup dalam kehidupan. Manusia diciptakan, bukan sembarangan, ia memiliki rancangan, untuk apa? untuk siapa dihidupkan? Dan sampai kapan ia dipisahkan oleh kesenangan dunia.

Ketika air mata terus membanjiri, hati yang kelu tak lagi bangkit. Untuk apa pemahaman selama ini dibentuk dalam kajian dan perhalaqohan? Untuk apa pemikiran islam yang dihujamkan setiap saat, jika semua itu justru tak berpengaruh apapun dari keseharian kita. Percuma, percuma kita pada tentang hidup dan kehidupan, jika tangismu karena dunia tak kembali reda, jika tangismu dengan rasa kehilangan menjauhkanmu dalam cinta kepada Allah SWT. Sia-sia, padahal, sejatinya, kematian adalah pintu dimana terputusnya kenikmatan semua dan dialihkan pada kenikmatan yang tiada berakhir.

Rasa-rasanya kita harus menyelipan rasa bahagia ketika sang penebar kebaikan, pembawa cahaya islam, terlalu berpamitan lebih dulu menghadap Allah. Karena ujian dan cobaabbta telah usai, penjara dunia telah usai ia kerjakan. Balasan demi balasan atas apa yang dilakukan siap diterima, dengan hati yang lembut, hingga surge saling saut memanggilnya. Ya, itulah, ketika jiwa-jiwa yang tenang bertemu dengan keridhaan Allah SWT. Tidak perlu risau saudaraku, doakan saja saudaramu yang mendahuluimu, sampaikan salam pertemuan disurgaNya. Aamiin.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Fauzan MIftakhudin © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top