uzan

uzan


Hey kawan! Selamat apa saja deh, mau pagi siang sore atau apa, tergantung teman-teman baca tulisan ini kapan. Yang jelas, melalui tulisan ini, saya mencoba untuk sedikit ingin menyapa dengan penuh kasih (halah). Karena kita tak pernah berjumpa, hanya bisa melihat jejak-jejak yang ditinggalkan. Apapun itu, semoga, dalam tempat yang terbatas ini, kita dapat merekatkan ukhuwah bagi sesame muslim. Sejatinya, ukhuwah dalam islam, antara kita, harus tetap menyala, bukan yang akhirnya untuk membenci. Tapi, untuk menggapai cinta tertinggi kepada Allah saja.
Dalam tulisan yang terakhir, mengenai pengenalan penulis ROL, sejak itu saya sebenarnya ingin memulai menggoyangkan pena (eh salah, mulai mengetik), lagi. Untuk berselancar lagi, saling mencari dan berbagi, mencari ribuan ilmu dalam media yang maya dan terbatas, tentu diwaktu yang kian berkurang. Kali ini, udara agak sayup menggerakkan tanganku untuk memulai lagi mengucap (baca: menulis), mengulas makna yang telah banyak hilang diterpa ketidaksabaran.
Nah, saya memulai dari kalimat ini, “hilangnya makna karena ketidak sabaran”. Dalam diri pribadi, rasa itu tak bisa luput, sebenarnya terlalu menggebu untuk menyelesaikan suatu perkara, sehingga, sering kali untuk memepercepatnya untuk segera menguasai. Akhibatnya justru semuanya tidak bisa maksimal. Misal, ketika kita ingin menguasai bahasa arab. Saya sengaja angkat tema ini, sejatinya untuk menekankan kepada saya pribadi, bahwa bahasa satu ini bisa dikatakan syarat wajib bagi ummat muslim untuk bisa menguasainya.
Lihat saja, para ulama klasik -yang tak diragukan lagi karyanya- bisa dipastikan dalam penguasaan bahasa arab sudah seperti menyatunya dua gambar pada sisi sebuah uang logam. Bahasa arab, sejatinya tidak bisa terlepas dalam diri muslim. Bahasa arab layaknya baju bagi manusia, ia seakan telanjang jika tak memakainya. Terlebih untuk memperdalam syari’at islam, maka akan sangat diragukan jika seseorang yang mengaku ahli dalam agama, tapi sedikitpun tidak mau memahami pintunya -bahasa arab-. Sedangkan hukum asal belajar bahasa arab  adalah wajib.
Okay, kita lanjutkan, setelah mengikuti pengajian bersama sanga guru, sebut saja ustad ARI. Dari situ, rasanya masih banyak PR jika harus menobatkan sebagai pengemban dakhwa, lebih lagi dalam proses pembelajaran masih bersifat pasif, ingin yang instans saja. Ya, begitulah, didikan yang sudah tertera menjadi kebiasaan dalam batin ini. Kata sudah tak berarti lagi. Padahal, dalam ke-aktif-an akan menjadi modal awal untuk membentuk semua “agen” yang militan.
Namun sangat disayangkan, kebanyakan tak dikepala ini malah terbayang untuk segera bergegas, enggan rasanya terlalu lama menikmati sebuah proses. Malas rasanya jika tekanan waktu harus dilalui, sudah dan payah, hingga kejumuan mengahntui setiap proses. Tak hayal jika semua yang tersusun meresa melampai untuk cepat dicapai, entah dengan apa caranya. Kembali kata sabar, yang sudah jemu didengarkan, dari lisan yang sama, dari semua yang tertera, bahwa proseslah yang menentukan bagaimana hasilmu kelak.
Lain hal dengan yang satu ini, jika sabar tak menyertai kita dalam berproses, terlebih dalam berlajar bahasa, lebih khusus bahasa arab. Yang semua itu ditujukan untuk memperdalam dinnul islam, hingga terwujud waktu belajar yang belajar, mendengar dan didengar, menulis setelah membaca. Sangat sudah, ya, cobaan sangat kuat ketika memulai sebuah proses. Meski sudah kuat niat dan kesungguhan, lebih lagi ia terpatri dalam jiwa, belum tenang rasanya jika belum tercapai.
Itu adalah hal yang wajar, karena itu, ada hal yang lebih penting dari semua itu, yaitu, ketika sebuah niat sudah terbentuk, maka langkah kita baru akan dimulai. Jika hidup hanya dengan kata niat semua itu belum cukup. Setelah itu adalah masa yang “menyenangkan” untuk lebih menengahkan kita dalam sebuah relitas niat yang akan tercapai. Entah itu kapan, tidak ada yang tau, yang jelas, sebuah kepantasan tak luput dari impian yang kita niatkan.
Nah, kawan, salam kenal dulu ya, doakan semoga mulai hari ini kita bisa terus bersua dalam dunia yang terbatas. Dengan sedikit banyak saling berbagi, menyapa, atau yang lainnya. Salam cinta dari saudaramu Fauzan Miftakhudin.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Fauzan MIftakhudin © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top